Manusia Makhluk Belajar ( materi 7)
Nama : Afifah
Jurusan :D3 Desain Komunikasi Visual/2016
Nim : 1602071008
Manusia dilahirkan ke bumi sebagai makhluk fitrah, terlahir dengan kondisi yang suci dan bersih
Hadits shohih bukhari no. 1296
حَدَّثَنَا
آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ
عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا
جَدْعَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau
Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?"[1]
عن أبي هريرة رضى
الله عنه أن رسول
الله صلى الله عليه
وسلم قال : إذا مات
ابن آدم انقطع عمله
إلا من ثلاث: صدقة
جارية أو علم ينتفع
يه أو ولد صالح
يدعو له
Maksud hadis :
Daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu katanya,, Rasulullah
SAW telah bersabda : Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali
dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak
soleh yang berdoa kepadanya.'' (HR Muslim).
Ayat tentang menuntut Ilmu
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
kiranya kita perlu merenungi pepatah China berikut :
Jika anda mempunyai rencana kehidupan satu tahun, tanamlah
padi;
jika anda mempunyai
rencana kehidupan sepuluh tahun,
tanamlah pohon;
dan jika anda mempunyai rencana kehidupan sepanjang hayat,
maka belajar, belajar , dan belajarlah.
Tidak boleh memilih milih penyampai ilmu
Tanya : Ada sebagian orang yang yang mengatakan bahwa kita
tidak boleh memilih-milih guru atau ustadz dalam menuntut ilmu agama karena
(katanya) jika kita punya sikap memilih-milih menunjukkan bahwa kita termasuk
orang yang sombong. Namun sebagian lain mengatakan bahwa kita tidak boleh
sembarangan memilih guru/ustadz dalam hal itu. Bagaimana sebenarnya kedudukan
permasalahan ini ?
Jawab : Ilmu agama (ilmu syar’i) adalah adalah sarana dalam
memperoleh keselamatan dan kemenangan dunia - akhirat. Allah ta’ala telah
berfirman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ
بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ
شَهِيدًا
”Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah
sebagai saksi.” [QS. Al-Fath : 28].
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka" [QS. Al-Baqarah : 201].
Mengenai ayat di atas, Al-Hasan (w. 110 H) berkata : ”Yang
dimaksud dengan kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah”. Beliau menambahkan :
”Dan kebaikan akhirat – maksudnya adalah surga” [Jaami’ Bayaanil-’Ilmi wa
Fadhlihi oleh Ibnu ’Abdil-Barr, hal. 36, Maktabah Al-Misykah].
Disebabkan ilmu agama adalah ilmu yang sangat mulia, maka ia
tidaklah boleh dituntut kecuali dari orang-orang yang ikhlash, terpercaya, lagi
mempunyai pemahaman yang lurus. Allah telah memberikan contoh yang sangat baik
kepada kita akan hal tersebut, yaitu ketika Dia mengisahkan pertemuan Nabi Musa
dengan Nabi Khidir ’alaihimas-salaam :
فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ
مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَى
هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ
مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada
Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu
yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" [QS.
Al-Kahfi : 65-66]
Di sini Allah telah memerintahkan Nabi Musa untuk menemui
Nabi Khidir yang mempunyai keutamaan besar di sisi Allah. [1]
إن هذا العلم دين
فانظروا عمن تأخذون دينكم
”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari
siapakah kalian mengambil agama kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam
muqaddimah kitab Shahih-nya 1/7 Maktabah Sahab].
Dari perkataan di atas kita dapatkan petunjuk dari Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam serta para shahabat dan tabi’in (serta ulama lain
setelah mereka) agar kita mengambil ilmu dari orang yang alim, ’adil
(terpercaya dalam agamanya) dan istiqamah, serta melarang mengambil ilmu dari
orang-orang jahil dan fasiq. Al-Imam Malik bin Anas menambahkan : ”Ilmu
tidaklah diambil dari empat orang :
من سفيه معلن بالسفه
وإن كان أروى الناس
ولا تأخذ من كذاب
يكذب في أحاديث الناس
إذا جرب ذلك عليه
وإن كان لا يتهم
ان يكذب على رسول
الله صلى الله عليه
وسلم ولا من صاحب
هوى يدعو الناس الى
هواه ولا من شيخ
له فضل وعبادة إذا
كان لا يعرف ما
يحدث
”(1) Orang yang bodoh yang menampakkan kebodohannya meskipun
ia banyak meriwayatkan dari manusia; (2) Pendusta yang ia berdusta saat
berbicara kepada manusia, meskipun ia tidak dituduh berdusta atas nama
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (dalam hadits); (3) Orang yang
menurutkan hawa nafsunya dan mendakwahkannya; dan (4) Orang yang mempunyai
keutamaan dan ahli ibadah, namun ia tidak tahu apa yang dikatakannya (yaitu
tidak faqih)” [Al-Kifaayah 1/77-78].
0 komentar